Rabu, 27 November 2013

cerpen


HIKMAH DIBALIK MUSIBAH

Seperti hari-hari biasanya, sambil sekolah, Neni, si gadis kecil yang berusia 13 tahun selalu menjajakan kue daganangnya yang dibuat oleh sang ibu. Jika di sekolah kue-kue nya tidak habis terjual, dia langsung menjajakannya ke komplek-komplek yang menuju rumahnya.
Sore itu Neni pulang ke rumah dengan keadaan basah kuyup, badannya menggigil, bibirnya pun biru. Ibunya yang tengah sakit pun khawatir melihat keadaan Neni.
“kamu kenapa nak?”tanya ibunya seraya memegangi dadanya yang sakit karena batuk yang tak kunjung sembuh.
“tadi aku kehujanan bu saat jualan. Ini bu uang hasil jualan kue. Kue nya habis bu.”kata Neni seraya mengulurkan uang kepada ibunya.
“coba ibu cek badan kamu.”kata ibunya sambil memegang kening Neni, “badan kamu panas Nak. Kamu harus segera minum obat. Ibu akan keluar sebentar untuk membeli obat dulu yah.”lanjut ibunya.
“nggak usah bu, ibu kan masih sakit, lagian aku nanti juga akan sembuh kok bu, aku akan istirahat saja bu.”kata Neni.
“ya udah. Sini biar ibu kompres kamu yah nak. Sebentar ibu akan ambil air dingin dulu.”kata ibunya.
“iya bu.”jawab Neni. Ibunya masuk ke dalam dapur untuk mengambil perlengkapan untuk mengompres Neni.
“nak, badan kamu semakin menggigil.”kata ibunya dengan nada khawatir serta batuk-batuk.
“ibu, dingin bu.”kata Neni sambil menggigil.
“assalamualaikum.”salam Reno, adik Neni yang baru saja pulang sekolah. Dia berumur 9 tahun.  Mereka memang hanya tinggal bertiga di rumah kontrakan yang disewa mereka. Ayah Neni sudah meninggal ketika Reno baru saja berumur 5 tahun.
“waalaikumsalam.”jawab Neni dan ibunya.
“lho. Kakak kenapa bu?”tanya Reno seketika dia melihat Neni yang sedang menggigil.
“tadi kakakmu kehujanan Ren. Kamu ganti baju dulu, terus makan yah!”perintah ibunya kepada Reno.
“baik bu.”jawab Reno patuh.
                Semalaman badan Neni panas. Dia menggigil kedinginan. Ibunya pun menungguinya, tidak tidur walaupun keadaan ibunya sendiri masih sakit.
                Pagi harinya badan Neni tambah panas. Badannya pun menggigil. Ibunya yang mendengar suara Neni yang menggigil langsung masuk ke kamar untuk menengok keadaannya.
“Nen, badan kamu tambah panas nak. Kita pergi ke dokter saja yuk.”kata ibunya sambil batuk-batuk.
“enggak ah bu, uang kita kan untuk bayar kontrakan bulan ini. Nggak usah.”jawab Neni dengan suara yang lemah.
“tapi badan kamu semakin panas nak.”jelas ibunya. “kalau gitu ibu akan cari pinjaman dulu yah nak. Kamu istirahat saja.”kata ibunya.
“jangan bu, ibu kan masih sakit.”kata Neni melarang ibunya. Neni memang sangat menyayangi ibunya. “neni nggak mau ibu kelelahan bu, neni nggak mau ibu tambah sakit.”lanjutnya.
“ya udah, kalau gitu ibu beli obat dulu yah di apotek.”kata ibunya.
“tapi apotek itu jauh bu, lagi pula kalau obatnya mahal bagaimana?”tanya Neni.
“tidak apa-apa nak.”jawab ibunya.
                Ibunya pun langsung keluar rumah untuk membeli obat.
“ibu mau kemana bu?”tanya Reno yang akan meminta izin untuk berangkat sekolah.
“ibu mau membeli obat buat kakakmu Ren.”jawab ibunya.
“biar Reno saja bu yang beli. Ibu kan masih sakit.”pinta Reno kepada ibunya.
“jangan nak, kamu berangkat sekolah saja. Nanti kamu telat lho.”perintah ibunya.
“tapi bu.”sahut Reno.
“nggak apa-apa Ren, kamu berangkat saja!”pinta ibunya.
“baiklah bu, Reno berangkat dulu. Assalamualaikum.”kata reno sambil mencium tangan ibunya.
“waalaikumsalam. Hati-hati yah.”jawab ibunya. Reno pun berangkat. Tak begitu lama ibunya berangkat menuju apotek. Letak apotek dari rumah kontrakan sekitar 2 KM, jarak tersebut ditempuhnya dengan berjalan kaki.
                Sungguh memrihatinkan sekali keadaan ibunya saat itu. Berjalan dengan batu-batuk, sambil memegang dadanya. Tiba-tiba.....
“tiiiiiiiinnnnnn....................”bnuyi klakson sebuah mobil terdengar begitu panjangnya dan “bruuk...” mobil tersebut menabrak sesosok perempuan yang hendak pergi ke apotek, yang tidak lain adalah ibu Neni. Tubuh itu tergeletak di jalan, darah banyak keluar di sana. Sang pemilik mobil pun keluar dari dalam mobil. Dia langsung membawa ibu Neni menuju rumah sakit. Warga yang melihat peristiwa itu pun turut membantu. Ada juga yang pergi ke rumah kontrakan Neni untuk mengabarkan kabar tersebut.
“assalamualaikum.”sapa Kamto, tetangga Neni yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumah kontrakan Neni, yang kebetulan mengetahui peristiwa itu.
“waalaikumsalam.”jawab Neni  seraya membukakan pintu dengan susah payah.
“lho kamu kenapa Nen?”tanya Kamto yang melihat keadaan Neni kurang begitu sehat.
“saya sakit pak, ada apa yah pak? Kok bapak datang dengan tergesa-gesa seperti itu?”tanya Neni.
“anu Nen, ibu kamu.”jawab Kamto.
“ada apa dengan ibu saya pak?”tanya Neni dengan nada cemas.
“ibu kamu kecelakaan Nen, sekarang dia dibawa ke rumah sakit.”jawab Kamto.
“tolong antar saya pak.”pinta Neni.
“iyah. Ayo, sekalian memeriksakan keadaan kamu Nen.”kata Kamto.
                Akhirnya mereka pergi ke rumah sakit, dengan menggunakan motor Kamto.
Sesampainya di rumah sakit Neni langsung bertanya dimana ibunya dirawat dan langsung menuju ke ruang tersebut. Sesampainya didepan ruang tersebut Neni bertemu dengan sepasang suami istri, yang tidak lain adalah pemilik mobil yang menabrak ibunya.
“nak, kamu anaknya ibu yang didalam?”tanya perempuan yang kira-kira memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan ibunya.
“iya bu, beliau ibu saya.”jawab Neni sambil menangis.
“mukamu pucat sekali nak,”kata pria disebelahnya.
“dia memang sedang sakit pak.”sahut Kamto.
“ya ampun, kalau begitu kamu periksa saja yah nak.”kata pria tersebut. “mari. Kita ke ruang periksa dokter.”lanjutnya. Neni pun menurut.
“oiya, nama kamu siapa nak?”tanya pria tersebut.
“nama saya Neni pak.”jawab Neni.
“oh, nama saya Pratama, kalau perempuan yang tadi disamping saya itu istri saya, namanya Rahmi.”cerita pria tersebut.
“oh, iya pak.”respon  Neni.
                Setelah selesai diperiksa Neni meminum obat dari dokter, dan mereka kembali ke ruang dimana ibunya dirawat. Dokter yang memeriksa ibunya pun keluar.
“bagaimana keadaan ibu saya dok?”tanya Neni.
“tabahkan hatimu nak.”kata dokter tersebut seraya memegang punggung Neni.
“ibu saya baik-baik saja kan dok?”tanya Neni.
“kami sudah berusaha yang terbaik nak, tapi itu semua sudah kehendak Tuhan.”kata dokter tersebut, “ibu kamu meninggal nak.”lanjut dokter tersebut.
“dokter tidak serius kan dok? Ibu saya pasti baik-baik saja kan dok?”tanya Neni seraya menangis.
“yang tabah yah nak!”kata dokter tersebut.
“nggak mungkin. Ibuuu.. ibuuu..”Neni menangis seraya masuk ke dalam ruangan.
“Neni, kamu yang tabah nak.”kata Pak Pratama menghibur Neni. Akan tetapi Neni tetap menangis sambil memeluk ibunya.
                Keesokan harinya, Neni hanya tinggal berdua dengan Reno. Mereka masih dirundung duka yang mendalam hingga mereka tidak berangkat sekolah. Pagi itu Pak Pratama dan ibu Rahmi datang ke rumah kontrakan Neni.
“assalamualaikum.”sapa mereka berdua.
“waalaikumsalam.”jawab Neni seraya membukakan pintu. “silakan masuk Pak, bu.”lanjutnya.
“Neni, Reno, kalian tidak sekolah?”tanya bu Rahmi.
“tidak bu.”jawab Neni.
“Nen, maksud kedatangan kami kesini yaitu kami ingin mengajak kamu dan Reno untuk tinggal bersama kami. Sebagai wujud tanggung jawab kami yang telah menabrak ibu kalian. Kalian mau kan?”tanya pak Pratama.
“iya Nen, kalian juga kan masih kecil, apalagi adik kamu. Lebih baik kalian tinggal bersama kami yah? Lagi pula kami juga belum mempunyai anak. Kami pasti akan senang sekali kalau kalian mau ikut tinggal bersama kami. Kamu mau yah?”bujuk bu Rahmi.
“saya akan berunding dulu dengan adik saya bu, pak.”jawab Neni. Neni mengajak Reno masuk untuk berunding.
“de, apakah kamu mau ikut tinggal bersama mereka?”tanya Neni kepada adiknya.
“aku terserah kakak saja deh. Lagi pula kita kan disini cuma berdua kak, tidak ada yang mengurus kita kak.”jawab Reno.
“baiklah. Kalau begitu kita ikut tinggal bersama mereka.”kata Neni. Mereka berdua kembali keluar untuk menemui pak Pratama dan ibu Rahmi.
“bagaimana Nen?”tanya bu Rahmi.
“kami mau ikut tinggal bersama ibu dan bapak.”jawab Neni.
“nah kalau begitu sekarang kalian bereskan barang-barang kalian yah, terus kita urus rumah kontrakan ini, kita kembalikan kuncinya kepada yang punya. Yah?”kata bu Rahmi.
“baik bu, kami akan membereskan barang-barang kami.”jawab Neni.
                Siang itu Neni dan Reno sampai di rumah Pak Pratama dan ibu Rahmi. Rumah mereka terletak jauh dari rumah kontrakan Neni dan Reno. Neni dan Reno pun pindah sekolah. Sekolah yang lebih bagus, sekolah favorit di kota tersebut.
Kini kehidupan Neni dan Reno lebih membaik. Neni tak perlu lagi menjajakan kue-kue kering untuk mendapatkan uang. Pak Pratama dan ibu Rahmi pun begitu menyayangi mereka.Neni terkadang teringat dengan keadaannya yang kini telah yatim piatu. Akan tetapi dia bersyukur ada orang yang mau mengangkatnya dan adiknya menjadi anak angkat dan merawat mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar