ALIRAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan yang
diampu oleh:
Taufik Muhtarom, M.Pd
Disusun
oleh:
1.
Susanti (13144600046)
2.
Rakis (13144600054)
3.
Riski Dwi Putra (13144600073)
4.
Devita Lis Indriati (13144600080)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan
juga kami berterima kasih kepada Bapak Taufik Muhtarom, M.Pd selaku dosen mata
kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Yogyakarta, 17 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. ALIRAN STRUKTURALIS
B. ALIRAN HUMANIS
1) Arthur Combs
2) Carl Rogers
3) Abraham maslow “Being Needs”
4) Bloom dan Krathwol
5) Kolb
6) Habermas
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itu pun dapat berlaku bahkan dapat berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar seperti memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran, yang diantaranya adalah aliran struktularis dan aliran humanis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
itu aliran strukturalis?
2. Apa
itu aliran humanis?
3. Bagaimana
aliran humanis menurut Arhur Combs “Meaning”?
4. Bagaimana
aliran humanis menurut Carl Rogers “Client
Centered Therapy”?
5. Bagaimana
aliran humanis menurut Abraham Maslow “Being
Needs”?
6. Bagaimana
aliran humanis menurut Bloom dan Krathwol?
7. Bagaimana
aliran humanis menurut Kolb?
8. Bagaimana
aliran humanis menurut Habermas?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui
tentang aliran strukturalis.
2. Mengetahui
tentang aliran humanis.
3. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Arhur Combs “Meaning”?
4. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Carl Rogers “Client
Centered Therapy”?
5. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Abraham Maslow “Being Needs”?
6. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Bloom dan Krathwol?
7. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Kolb?
8. Mengetahui
tentang aliran humanis menurut Habermas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ALIRAN STRUKTURALIS
Strukturalisme merupakan aliran yang pertama dalam psikologi
karena dikemukakan oleh Wilhelm Wundt setelah ia melakukan eksperimennya di
laboratotium. Wundt dan pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa pengalaman
mental yang kompleks sebenarnya adalah hanya persenyawaan kimiawi yang tersusun
dari unsur-unsur kimiawi. Mereka bekerja atas premis-premisnya menyelidiki
struktur kesadaran dan mengembangkan hukum-hukum pembentukannya.
Pada
pertengahan abad ke-19, yaitu pada awal berdirinya psikologi sebagai satu disiplin
limu yang mandiri, psikologi didominasi oleh gagasan serta usaha mempelajari
elemen-elemen dasar (Alim, Muhammad. B. 2009) dari kehidupan mental orang dewasa normal,
melalui penelitian laboratorium dengan menggunakan metode intropeksi. Pada masa
itu, tercatat aliran psikologi yang disebut psikologi strukturalisme. Tokoh
psokologi strukturalisme ini adalah Wilhelm Wundt. Wundt dan
pengikut-pengikutnya disebut strukturalis karena mereka berpendapat bahwa
pengalaman mental yang kompleks itu sebenarnya adalah “struktur” yang terdiri
atas keadaan-keadaan mental yang sederhana, seperti halnya
persenyawan-persenyawan kimiawi yang tersusun dari unsur-unsur kimiawi.
Ciri-ciri dari strukturalisme Wundt adalah penekanannya pada analisis atau
proses kesadaran yang dipandang terdiri atas elemen-elemen dasar, serta
usahanya menemukan hukum-hukum yang membawahi hubungan antar elemen
kesadaran tersebut. Karena pandanganya elementalistik ini, psikologi
strukturalisme disebut juga psikologi elementalisme. Selain dipandang terdiri
atas elemen-elemen dasar, kesadaran, oleh Wundt dan para ahli psikologi lainnya
pada masa itu, dipandang sebagai aspek yang utama dari kehidupan mental. Segala
sesuatu atau proses yang terjadi dalam diri manusia, selalu bersumber pada kesasaran.
Metode
yang dipakai dalam strukturalisme ialah metode instropektif. Metode introspeksi
ialah orang yang menjalani percobaan diminta untuk menceritakan kembali
pengalamannya atau perasaannya setelah ia melakukan suatu eksperimen. Sensasi
seperti manis, pahit, dingin dapat diidentifikasi memakai introspeksi.
Menurut
Jean Piaget, strukturalisme itu sulit dikenali karena mencakup bentuk-bentuk
yang beragam sehingga sulit menampilkan sifat umum dan karena
“struktur-struktur” yang dirujuk memperoleh arti yang cenderung
berbeda-beda.Struktrur adalah sistem transformasi yang mengandung kaidah
sebagai sistem dan yang melindungi diri atau memprkaya diri melalui peran
tranformasi-tranformasinya, tanpa keluar dari batas-batasnya atau menyebabkan
masuknya unsur-unsur luar. Piaget menyebutkan tiga sifat yang dimaksud dalam
sebuah struktur , yakni: totalitas, transformasi, dan pengaturan diri. Sebuh
struktur kata Piaget, harus dilihat sebagai sesuatu totalitas, meskipun
terdiri atas sejumlah unsur, struktur unsur-unsur itu berkaitan satu sama lain
dalam sebuah kesatuan. Dilihat secara hierarkis, sebuah struktur terdiri atas
sejumlah sub struktur yang terikat oleh struktur yang lebih besar. Dengan
demikian, pengertian struktur tidak terbatas pada konsep terstruktur, tetapi
sekaligus juga mencakup pengertian prases menstruktur. Pengertian transformasi
pada dasarnya sejalan dengan konsep tata bahasa generatif-transformasional
Chomsky. Sifat yang dinamis ini berkaitan dengan kaidah otoregulasi yang ada
pada sebuah strutur.
Tokoh
strukturalisme lain adalah Edward Bradford Titcherner(1867-1927). Titcherener
merupakan orang Inggris yang pertama yang mewakili pandangan-pandangan
psikologi Jerman (Wundt) sebagai murid Wundt, ia menerjemahkan beberapa buku
Wundt dalam bahasa inggris. Setelah belajar di Leipzig, Titchener ingin kembali
ke Oxford, namun ditolak, karena psikologi di Inggris tidak sejalan dengan
Wundt. Oleh karena itu,ia pergi ke Cornell University di Amerika Serikat, dan
sebagai guru besar, ia mengembangkan strukturalisme di Amerika Serikat dari
universitas tersebut.
B. ALIRAN HUMANIS
Teori belajar yang kedua yaitu humanistik. Dalam teori humanistik, yang
menjadi tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Jadi, peserta didik dalam
proses belajarnya harus berusaha mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Proses belajar baru dianggap berhasil jika anak didik mampu
memahami dirinya sendiri dan lingkungannya.
Ada beberapa tokoh penting dalam aliran humanistik. Antara lain Arthur
Combs, Carl Rogers, Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb, dan Habermas.
1)
Arthur Combs “Meaning”
Arthur Combs
banyak mencurahkan pikiran dan perhatiannya dalam dunia pendidikan. Bersama
temannya yang bernama Donald Snygg, Arthur Combs bergelut di dunia pendidikan.
Konsep dasar yang sering mereka gunakan adalah pengartian, makna (meaning). Belajar akan terjadi jika
mempunyai arti bagi setiap individu (dalam Subini, 2012:139).
Teori
Arthur Combs ini tentu sangat mungkin diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar saat ini. Bagaimana tidak? Ketika suatu saat seorang anak didik
menyela, buat apa mengajari tentang integral, diferensial, toh tidak ada
gunanya dalam kehidupan sehari-hari, untuk apa? Mencari uang juga tidak memakai
ilmu sejarah atau integral, diferensial, dan sebagainya?
Oleh
karena itulah pentingnya untuk mengetahui apa makna dari hal yang dipelajari.
Anak didik harus mengerti mengapa mereka harus mempelajari suatu pelajaran
tertentu. Mengapa harus belajar matematika, belajar bahasa Inggris, dan
sebagainya. Jika mereka memahami untuk apa mereka belajar, tentu tidak akan ada
murid tidak bisa matematika, atau kesulitan bahasa Inggris. Mereka tidak bisa,
atau sulit itu dikarenakan mereka terpaksa dalam belajar, atau merasa enggan
dan merasa tidak penting mempelajari hal tersebut (dalam Subini, 2012: 140).
Menurut
Combs, Avila dan Purkey (dalam Rumini, 1995: 103), perilaku yang keliru atau
tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang
seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain yang lebih
menarik atau memuaskan. Misalnya guru mengeluh murid-muridnya tidak berminat
belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat melakukan apa
yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut kemudian mengadakan
aktifitas-aktifitas yang lain, barangkali murid-murid akan merubah sikap dan
reaksinya.
Dalam hal
ini guru juga tidak bisa memaksakan materi yang disuka atau tidak oleh para
peserta didik. Atau materi tertentu tidak relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Menjadi tugas guru untuk memahami perilaku anak didiknya yang berbeda-beda
sebelum memberikan pelajaran tertentu (dalam Subini, 2012:140). Guru juga harus
berusaha mengubah keyakinan atau pandangan yang ada pada anak didik.
Arthur
Combs (dalam Subini, 2012: 140) berpendapat bahwa banyak guru yang berbuat
kesalahan karena berasumsi bahwa siswa mau belajar jika materinya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti untuk mempelajari suatu materi
tidak menyatu pada materi tersebut. Yang terpenting adalah bagaimana membawa anak
didik untuk mendapatkan arti bagi dirinya dari materi pelajaran yang diberikan
dan mengaitkannya sendiri dalam kehidupan.
2)
Carl Rogers “Client Centered Therapy”
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal
8 Januari 1902 disebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Menurut Rogers (Subini,
2012, hal. 140), manusia
mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Sebagaimana pengertian dari
humanisme sendiri adalah sebagai doktrin atau sikap dan cara hidup yang
menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan,
harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu (Subini, 2012, hal. 141)
Carl Rogers terkenal dengan teori belajarnya “Client Centered Therapy”. Teori belajar dimana tidak menganggap
orang yang berkonsultasi sebagai pasien tetapi justru dijadikan sebagai klien.
Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan
bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan
yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers
juga sering disebut sebagai person-centered
theory.
Yang
menjadi asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan
aktualisasi:
a)
Kecenderungan formatif
Segala
hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih
kecil.
b)
Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan
setiap makhluk hidup ungtyk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan
potensial dirinya. Tiap individu mempunyai kekuatan yang kreatif untuk
menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rogers (Subini, 2012, hal. 141) ada beberapa prinsip
dasar humanistik yang penting, seperti disebutkan dalam bukunya Freedom to Learn sebagai berikut:
a)
Setiap manusia itu mempunyai kemampuan belajar yang
alami.
b)
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi
pelajaran dirasakan anak didik mempunyai relevansi dengan apa yang dibutuhkan.
c)
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya dianggap mengancam dan cenderung akan ditolak.
d)
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih
mudah diirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu
diminimalkan (semakin kecil).
e)
Jika ancaman terhadap diri anak didik rendah,
pengalaman akan lebih mudah diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda
sehingga terjadilah proses belajar.
f)
Belajar akan lebih berrmakna jika dengan pengalaman
(siswa melakukan langsung apabertanggung yang dipelajarinya).
g)
Belajar akan semakin lancar jika anak didik
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses
belajar itu.
h)
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
anak didik seutuhnhya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat
memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i)
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,
kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika anak didik dibiasakan untuk mawas
diri dan mengritik dirinya sendiri. Selain itu juga menerima saran dan kritik
(penilaian) dari orang lain.
Menurut
Rogers (Subini, 2012, hal. 142), ada dua tipe dalam
belajar yaitu kognitif (kebermaknaan) dan experiental
(pengalaman). Bagaimana seorang guru bisa menghubungkan suatu pengetahuan
akademiknya dalam sehari-hari. Misalnya mempelajari ilmu bangunan dengan tujuan
untuk dapat membuat rumah yang kuat dan kokoh. Atau mempelajari akuntansi agar
bisa menjalankan bisnis.
Dalam hal
ini pembelajaran experiental lebih
menekankan pada penunjukan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh anak didik.
Sehingga yang menjadi kualitas dari pembelajaran experiental adalah mencakup keterlibatan anak didik secara mandiri,
berinisiatif, adanya penilaian yang dilakukan oleh anak didik itu sendiri dan
yang penting adalah adanya sesuatu hal (efek positif) yang membekas pada anak
didik.
Beberapa
prinsip pendidikan yang harus diperhatikan guru dalam proses pembelajaran
menurut Rogers antara lain:
a)
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang
wajar untuk belajar. Anak didik tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak
ada artinya.
b)
Anak didik akan mempelajari hal-hal yang bermakna
bagi dirinya.
c)
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi anak
didik.
d)
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern
berarti belajar tentang proses.
3) Abraham maslow “Being Needs”
Teori Abraham maslow yang
terkenal dengan “Being Needs” (Subini, 2012, hal. 143)
mengemukakan bahwa setiap
individu akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan hierarkis. Hal ini didasarkan
bahwa pada seiap asumsi bahwa setiap individu terdapat dua hal ya itu:
a.
Suatu
usaha yang positif untuk berkembang
b.
Kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Terdapat perasaan takut pada
diri masing-masing orang seperti takut untuk mengambil keputusan, takut
melangkah, takut gagal, takut melakukan usaha dan masih banyak ketakutan lain yang
mungkin sebenarnya tak beralasan. Namun disisi lain seseorang mempunyai rasa
dorongan untuklebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya
seluruh kemampuan,kea rah percaya diri untuk meanghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ua dapat menerima diri sendiri (self).
Dalam hal ini Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadai beberapa hierarki.
Dalam hierarki Maslow (Subini, 2012, hal. 144) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia itu bertingkat, mulai dari kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi pada
bagian bawah pyramid, dan kebutuhan manusia meningkat terus keatas apabila
jenis kebutuhan yang dasar sudah terpenuhi. Selanjutnya Maslow (Rumini & Mahmud, 2000, hal. 107), berasumsi bahwa
kalau seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatnya lebih
rendah tadi, maka motivasi akan diarahkan ke terpenuhinya kebutuhan aktualisasi
diri yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan
tertentu. Mulai dari
kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kemudian berlanjut ke
kebutuhan akan keamanan (safety), kebutuhan dicintai (love belonging),
kebutuhan untuk rasa percaya diri (esteem), dan kebutuhan puncak, yaitu
aktualisasi diri (self-actualization).
a)
Kebutuhan
fisiologis
Pada dasarnya, manusia harus
memenuhi kebutuhan fisiologisnya untuk bertahan hidup. Pada hierarki yang
paling bawah ini, yang termasuk kebutuhan fisiologis adalah manusia harus
memenuhi kebutuhan makanan, tidur , minum, seks,dan hal-hal lainya yang
berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, maka
manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal. Misalnya,
seseorang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan, sehingga ia menderita
kelaparan, maka ia tidak akan mungkin mampu untuk memikirkan kebutuhan akan
keamanannya ataupun kebutuhan aktualisasi diri. Secara sederhanan bisa
dikatakan, bagaimanan mungkin seseorang dapat memikirkan prestasai atau
aktualisasi diri, bila dirinya terus menerus dihantui rasa ketakutan akan rasa
kelaparan?
b)
Kebutuhan
keamanan (safety)
Pada hierarki tingkat kedua,
manusia membutuhkan rasa keamanan dalam dirinya. Baik keamanan secara harfiah
(keamanan dari perampok, orang jahat,
dan lain-lain),maupun keamanan secara finansial ataupun hal lainya. Dengan memenuhi
kebutuhan keamanan tersebut, dapat dipastikan bahwa kebutuhan manusia dapat
berlanjut ketahap berikutnya, yaitu kebutuhan kasih sayang dan sosial.
c)
Kebutuhan
Kasih Sayang / Sosial (love /belonging)
Setelah memenuhi kebutuhan
yang bersifat individu, kini manusia menapaki kebutuhan untuk diterima secara
social. Emosi menjadi “pemain” utama dalam hierarki ketiga ini. Perasaan
menyenangkan yang memiliki pada saat kita sahabat memiliki sahabat, seseorang
untuk berbagi cerita, hubungan dekat dengan keluarga adalah tujuan utama dari
memenuhi kebutuhan sosial ini.
d)
Kebutuhan
percaya diri (esteem)
Semua orang pasti ingin
dihormati dan ingin merasa bergua bagi orang lain. Kebutuhan untuk percaya diri
ini biasanya muncul setelah kebutuhan yang lebih mendasar sudah terpenuhi,
meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan semacam ini dapat muncul
tanpa harus memenuhi ketiga kebutuhan yang lebih mendasar.
e)
Kebutuhan
aktualisasi diri (self-actualization)
Umumnya, kebutuhan ini akan
muncul bila seseorang merasa seluruh kebutuhan mendasar sudah terpenuhi. Pada
hierarki ini, biasanya seseorang akan berhadapan dengan ambisi untuk menjadi
seseorang memiliki kemampuan lebih. Seperti mengaktualisasikan diri untuk
menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu tertentu, atau hasrat untuk mengetahui
serta memenuhi ketertarikanya akan suatu hal.
Hierarki kebutuhan motivasi
Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia
lain, berkompetisi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan
motivasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan
keamanan.
Setiap individu akan
berusaha mencapai tahap-tahap kebutuhan hidupnya. Apabila seseorang telah
mencapai kebutuhan pertamanya seperti kebutuhan fisiologis maka ia akan
berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkatan berikutnya seperti mendapatkan rasa
aman. Dan begitu seterusnya hingga manusia mencapai tingkatan yang paling atas.
Menurut Maslow
(Subini, 2012, hal. 146), hierarki kebutuhan manusia ini sangat penting yang
harus diperhatikan oleh guru saat proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan
motivasi dan kemauan (perhatian) untuk belajar tidak akan berkembang jika
kebutuhan-kebutuhan dasar anak didik tidak terpenuhi. Bagaimana mungkin siswa bisa
belajar dengan baik jika tidak mendapatkan rasa aman dari lingkungan
sekitarnya, dan sebagainya.
4)
Bloom
dan Krathwol
Dalam hal ini, Bloom dan Krathwol (Uno, 2006, hal. 13) menunjukkan apa yang
mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan
berikut.
a.
Kognitif
Kognitif terdiri dari eanam tingkatan, yaitu
1.
Pengetahuan
(mengingat, menghafal)
2.
Pemahaman
(menginterprestasikan)
3.
Aplikasi
(menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
4.
Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
5.
Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6.
Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
b.
Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu
1.
Peniruan
(menirukan gerak)
2.
Penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3.
Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
4.
Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5.
Naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar).
c.
Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu
1.
Pengenalan
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2.
Merespons
(aktif berpartisipasi)
3.
Penghargaan
(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4.
Pengorganisasian
(menghubung-hubungkan nilai yang dipercayai)
5.
Pengamalan
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Taksonomi Bloom ini, seperti
yang telah kita ketahui, berhasil member inspirasi kepada banyak pakar lain
untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran.pada tingkatan yang
lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktis pendidikan untuk
memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami,
oprasional serta dapat diukur. Dari beberapa taksonomi belajar, mungkin
taksonomi Bloom inilah yang paling popular (setidaknya di Indonesia)
Selain itu, teori Bloom ini
juga dapat dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian, bahkan oleh
orang-orang yang sering mengkritik taksonomi tersebut. Kritikan atas
klasifikasi kemampuan yang dikemukakan Bloom ternyata diperbaiki oleh para
pakar pendidikan dengan mengadakan revisi pada aspek kognitif. Dalam
klasifikasi taksonominya pada aspek kognitif Bloom mengemukakan enam tingkat
kemampuan yang meliputi:
a.
Pengetahuan
b.
Pemahaman
c.
Penerapan
d.
Analisis
e.
Sitesis
f.
Evaluasi
Melalui pakar pendidikan (Uno, 2006, hal. 14) yang terdiri dari
Peter W. Airasian, Kathleen A. Cruikshank, Richard E. Mayer, Paur E. Pitrich,
James Raths, dan Merlin C. Wittrock dengan editor Orin W. Anderson dan David R.
Krathwohl dalam buku yang berjudul A
Taksonomi for learning, teaching, and Aseessing yang diterbitkan pada tahun
2001 mengadakan revisi aspek kemampun kognitif tersebut dengan memilih dua
dimensi yakni dimensi pengetahun dan dimensi proses positif.
Dalam
dimensi pengetahuan didalamnya memuat objek ilmu yang disusun dari
a.
Pengetahuan
fakta
b.
Pengetahuan
konsep
c.
Pengetahuan
prosedural
d.
Pengetahuan
meta kognitif
Sedangkan dalam dimensi
proses kognitif didalamnya memuat enam tingkatan yang meliputi :
a.
Mengingat
b.
Mengerti
c.
Menerapkan
d.
Menganalisis
e.
Mengevaluasi
f.
Mencipta
5)
Kolb
Sementara itu seorang ahli lain yang bernama Kolb (Uno, 2006, hal. 15)
membagi tahapan belajar
menjadi 4 tahap yaitu:
a.
Pengalaman
konkrit
b.
Pengamatan
aktif dan reflektif
c.
Konseptualisasi
d.
Eksperimentasi
aktif
Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu
sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu
kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap pertama proses belajar.
Pada tahap kedua, siswa lambat laun mampu mengadakan observasi aktif
terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya inilah yang
kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif dan reflektif.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau
”teori” tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa
diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dalam
berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai
landasan aturan yang sama.
Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru. Dalam dunia matematika
misalnya, siswa tidak hanya memahami “asal-usul” sebuah rumus, tetapi ia juga
mampumemakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia
temui sebelumnya.
Menurut Kolb (Uno, 2006, hal. 15), siklus belajar semacam itu terjadi secara
berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran siswa. Dengan kata lain,
meskipun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegas antara tahap satu dengan
tahap lainnya itu sering kali terjadi begitusaja sulit kita tentukan kapan
beralihnya.
6)
Habermas
Ahli psikolog lain adalah Habermas
(Uno, 2006, hal. 16) yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan kelompok belajar menjadi
tiga bagian, yaitu:
a)
Belajar
teknis (technical learning)
b)
Belajar
praktis (practical learning)
c)
Belajar
emansipatoris (emancipator learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam
sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara
mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam belajar praktis, siswa
juga belajar berinteraksi. Tetapi pada taham ini, yang lebih dipentingkan
adalah interaksi antara dia dan orang-orang disekelilingnya. Pada tahap ini,
pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang
kering dan terlepas kaitannya dengan manusia. Akan tetapi, pemahaman terhadap
alam itu justru relevan jika dan hanya jika berkaitan dengan kepentingan
manusia.
Sedangkan dalam belajar
emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan (transformasi) cultural dari suatu lingkungan. Bagi
Hambermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kulural ini dianggap
tahap belajar yang paling tinggi sebab transformasi inilah yang dianggap
sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori
belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana seseorang belajar, sehingga
membantu proses kompleks inheren pembelajaran. Teori belajar juga bisa dikatakan sebagai suatu
perangkat pernyataan umum yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang terjadi
dalam kegiatan belajar.
Pada dasarnya banyak sekali teori belajar yang dapat digunakan
guru untuk proses kegiatan belajar. Adapun fungsi dan manfaat adanya teori
belajar antara lain:
1. Memberikan
garis-garis rujukan untuk perancangan pengajaran.
2. Menilai
hasil-hasil yang telah dicapai untuk digunakan dalam kelas.
3. Mendiagnosis
masalah-masalah dalam ruang kelas.
4. Menilai
hasil penelitian yang berdasarkan teori tertentu.
5. Membantu
guru dalam memahami bagaimana anak didiknya belajar.
6. Membantu
guru bagaimana cara mengelola kelas.
7. Membantu
guru dalam merancang dan merencanakan suatu proses pembelajaran di kelas.
8. Membantu
proses belajar agar lebih efektif, produktif, dan efisien.
9. Membantu
guru untuk mengevaluasi proses dan perilaku guru yang bersangkutan serta hasil
belajar yang telah dicapai anak didiknya.
B. SARAN
Sebagai calon praktisi pendidikan, sebaiknya kita
harus dapat mengetahui dan memahami tentang teori-teori belajar yang ada. Hal
ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kepentingan proses pengajaran yang
dilakukan seorang guru kepada anak didiknya.
Dengan adanya makalah ini, kami
berharap dapat menambah wawasan bagi kita sebagai calon-calon pendidik. Dengan
memahami dan mengerti adanya teori-teori belajar, kami harap seorang guru dapat
memberikan pengajaran secara baik dan tepat sasaran. Kami berharap, para
pendidik dapat mengerti pentngnya membawa anak didik untuk mendapatkan arti
dari materi pelajaran yang diberikan dan dapat mengaitkannya sendiri dalam
kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad. B. 2009. Psikologi Strukturalisme, (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Aprilia%20Tina%20Lidyasari,%20M.Pd./Sejarah%20dan%20Aliran%20Psi-4.pdf diakses pada 17 September 2014 16:03)
Rumini, S., & Mahmud, M. D. (2000). Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP) Universitas
Negeri Yogyakarta.
Subini, N. d. (2012). Psikologi
Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka.
Uno, H. B. (2006). Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyono, Bambang. 2009. Aliran-aliran Psikologi
(Online),
(htttp://bambangwahyono.wordpress.com/aliran-psikologi/,
diakses pada 11 September 2014 16:16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar